Pages

Labels

Monday, 2 January 2012

Bunda


Sembilan bulan lamanya
Rahim dalam berada
Janin muda perut bunda
Pengorbanan tiada sia
Akhirnya aku lahir lahir juga
Dunia baru berseru
Pada diriku
Waktu dulu
Pada pangkuanmu
Jasa sejagat
Bercucuran keringat
Masih tetap semangat
Seiring kasih hangat
Dalam dekapan hanyat

Musnahnya jejak-jejak peradapan manusia

Ibarat Mobil, Jiwa Itu Sopirnya

Banyak orang keliru memahami tentang jiwa. Dikiranya jiwa sama dengan ruh. Padahal keduanya beda.

Kebanyakan orang hanya mengerti bahwa manusia itu terdiri dari jasad dan ruh. Atau rancu antara pengertian jiwa dengan ruh. Padahal Allah dalam al-Qur’an jelas-jelas membedakan penggunaan kata ar-ruh (ruh) dengan an-nafs (jiwa). Manusia itu terdiri dari tiga unsur: jasad, jiwa dan ruh.

Diantara ketiga unsur itu, jiwa merupakan unsur yang tidak banyak dipahami orang. Ketidakmengertian itu tidak hanya terjadi di masyarakat awam, golongan intelektual pun banyak yang tidak mengerti tentang jiwa. Bukan hanya terjadi saat ini saja, tetapi sudah lama. Buktinya, dalam buku Al Ihya Ulumuddin bab Ajaibul Qulub Imam Al Ghazali mengatakan, “Bahkan ulama-ulama yang masyhur sekarang ini (jaman Imam Al Ghazali) banyak yang tidak mengerti hal ini.” Di masa Al Ghazali yang dikenal sebagai zaman kejayaan khasanah keilmuan Islam saja seperti itu, apalagi jaman sekarang. Ini sebuah isyarat bahwa ilmu tentang jiwa tidak banyak yang menggalinya. Bahkan bisa dikatakan ilmu tersebut perkembangannya kalah dibanding ilmu lainnya.

Ingat akan kematian, hidup sangat berarti.......

Hidup dan kematian seolah dua lembah yang saling berpisah. Satu sama lain seperti tak berhubungan. Sebagian orang pun mengatakan, bersenang-senanglah di lembah yang satu. Dan, jangan pedulikan lembah
lainnya. Padahal, hidup dan kematian tak ubahnya seperti dua pintu dalam satu ruang. Orang tak akan paham makna hidup, sebelum ia merasai bagaimana kematian.

Tak ada sebuah hadiah yang begitu berarti buat seorang mukmin sepanjang hidupnya melebihi kematian. Itulah hadiah Allah yang hanya mampu diterjemahkan oleh mereka yang begitu rindu dengan Kekasihnya yang sejati. Dunia, seberapa pun indahnya, tak lebih dari penjara yang membelenggu diri dalam ketidaknyamanan dan keterpaksaan.

Seperti itulah ungkapan Rasulullah saw dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Abid Dunya, Thabarani dan Hakim. “Hadiah yang pelik untuk seorang mukmin ialah kematian.”

Itulah kematian. Ia bagaikan garis pemisah antara panggung kepura-puraan dengan kehidupan yang sebenarnya. Garis yang memisahkan aneka lakon dan peran dengan sosok asli seorang manusia. Garis yang akhirnya menyatakan kesudahan segala peran dan dikembalikannya segala alat permainan.